Jumat, 24 Juni 2011

ASI


ASI
ASI (Air Susu Ibu) merupakan cairan putih yang dihasilkan oleh kelenjar  payudara wanita melalui proses laktasi. ASI terdiri dari berbagai komponen gizi dan  non gizi. Komposisi ASI tidak sama selama periode menyusui, pada akhir menyusui  kadar lemak 4-5 kali dan kadar protein 1,5 kali lebih tinggi daripada awal menyusui.  Juga terjadi variasi dari hari ke hari selama periode laktasi. Keberhasilan laktasi  dipengaruhi oleh kondisi sebelum dan saat kehamilan. Kondisi sebelum  kehamilan  ditentukan oleh perkembangan payudara saat lahir dan saat pubertas. Pada saat  kehamilan yaitu trimester II payudara mengalami pembesaran karena pertumbuhan  dan difrensiasi dari lobuloalveolar dan sel epitel payudara. Pada saat pembesaran  payudara ini hormon prolaktin dan laktogen placenta aktif bekerja yang berperan  dalam produksi ASI (Suharyono, 1990).
Sekresi ASI diatur oleh hormon prolaktin dan oksitosin. Prolaktin  menghasilkan ASI dalam alveolar dan bekerjanya prolaktin ini dipengaruhi  oleh lama dan frekuensi pengisapan ( suckling). Hormon oksitosin disekresi  oleh kelenjar pituitary sebagai respon adanya suckling yang akan  menstimulasi sel-sel mioepitel untuk mengeluarkan ( ejection) ASI. Hal ini  dikenal dengan milk ejection reflex atau let down reflex yaitu mengalirnya

ASI dari simpanan alveoli ke lacteal sinuses sehingga dapat dihisap bayi  melalui puting susu.
Terdapat tiga bentuk ASI dengan karakteristik dan komposisi berbeda yaitu  kolostrum, ASI transisi, dan ASI matang (mature). Kolostrum adalah cairan yang  dihasilkan oleh kelenjar payudara setelah melahirkan (4-7 hari) yang berbeda  karakteristik fisik dan komposisinya dengan ASI matang dengan volume 150 – 300  ml/hari. ASI transisi adalah ASI yang dihasilkan setelah kolostrum (8-20 hari)
dimana kadar lemak dan laktosa lebih tinggi dan kadar protein, mineral lebih rendah.

ASI matang adalah ASI yang dihasilkan ³ 21 hari setelah melahirkan dengan  volume bervariasi yaitu 300 – 850 ml/hari tergantung pada besarnya stimulasi saat  laktasi. Volume ASI pada tahun pertama adalah 400 – 700 ml/24 jam, tahun kedua  200 – 400 ml/24 jam, dan sesudahnya 200 ml/24 jam. Dinegara industri rata-rata  volume ASI pada bayi dibawah usia 6 bulan adalah 750 gr/hari dengan kisaran 450 –  1200 gr/hari (ACC/SCN, 1991). Pada studi Nasution.A (2003) volume ASI bayi  usia 4 bulan adalah 500 – 800 gr/hari, bayi usia 5 bulan adalah 400 – 600 gr/hari,  dan bayi usia 6 bulan adalah 350 – 500 gr/hari.

Jumat, 03 Juni 2011

fisiologi laktasi

  1. Pengertian

    Laktasi adalah Proses produksi, sekresi, dan pengeluaran ASI dinamakan laktasi.
    Pengaruh Hormonal
    Mulai dari bulan ketiga kehamilan, tubuh wanita memproduksi hormon yang menstimulasi munculnya ASI dalam sistem payudara:
    Progesteron: mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli. Tingkat progesteron dan estrogen menurun sesaat setelah melahirkan. Hal ini menstimulasi produksi secara besar-besaran.

    Estrogen: menstimulasi sistem saluran ASI untuk membesar. Tingkat estrogen menurun saat melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa bulan selama tetap menyusui[9]. Karena itu, sebaiknya ibu menyusui menghindari KB hormonal berbasis hormon estrogen, karena dapat mengurangi jumlah produksi ASI.
    Follicle stimulating hormone (FSH). Luteinizing hormone (LH)
    Prolaktin: berperan dalam membesarnya alveoil dalam kehamilan.
    Oksitosin: mengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan dan setelahnya, seperti halnya juga dalam orgasme. Setelah melahirkan, oksitosin juga mengencangkan otot halus di sekitar alveoli untuk memeras ASI menuju saluran susu. Oksitosin berperan dalam proses turunnya susu let-down / milk ejection reflex.
    Human placental lactogen (HPL): Sejak bulan kedua kehamilan, plasenta mengeluarkan banyak HPL, yang berperan dalam pertumbuhan payudara, puting, dan areola sebelum melahirkan.Pada bulan kelima dan keenam kehamilan, payudara siap memproduksi ASI. Namun, ASI bisa juga diproduksi tanpa kehamilan (induced lactation).




    Laktogenesis I

    Pada fase terakhir kehamilan, payudara wanita memasuki fase Laktogenesis I. Saat itu payudara memproduksi kolostrum, yaitu berupa cairan kental yang kekuningan. Pada saat itu, tingkat progesteron yang tinggi mencegah produksi ASI sebenarnya. Tetapi bukan merupakan masalah medis apabila ibu hamil mengeluarkan (bocor) kolostrum sebelum lahirnya bayi, dan hal ini juga bukan indikasi sedikit atau banyaknya produksi ASI sebenarnya nanti.

    Laktogenesis II

    Saat melahirkan, keluarnya plasenta menyebabkan turunnya tingkat hormon progesteron, estrogen, dan HPL secara tiba-tiba, namun hormon prolaktin tetap tinggi. Hal ini menyebabkan produksi ASI besar-besaran yang dikenal dengan fase Laktogenesis II.
    Apabila payudara dirangsang, level prolaktin dalam darah meningkat, memuncak dalam periode 45 menit, dan kemudian kembali ke level sebelum rangsangan tiga jam kemudian. Keluarnya hormon prolaktin menstimulasi sel di dalam alveoli untuk memproduksi ASI, dan hormon ini juga keluar dalam ASI itu sendiri. Penelitian mengindikasikan bahwa level prolaktin dalam susu lebih tinggi apabila produksi ASI lebih banyak, yaitu sekitar pukul 2 pagi hingga 6 pagi, namun level prolaktin rendah saat payudara terasa penuh.
    Hormon lainnya, seperti insulin, tiroksin, dan kortisol, juga terdapat dalam proses ini, namun peran hormon tersebut belum diketahui. Penanda biokimiawi mengindikasikan bahwa proses laktogenesis II dimulai sekitar 30-40 jam setelah melahirkan, tetapi biasanya para ibu baru merasakan payudara penuh sekitar 50-73 jam (2-3 hari) setelah melahirkan. Artinya, memang produksi ASI sebenarnya tidak langsung setelah melahirkan.
    Kolostrum dikonsumsi bayi sebelum ASI sebenarnya. Kolostrum mengandung sel darah putih dan antibodi yang tinggi daripada ASI sebenarnya, khususnya tinggi dalam level immunoglobulin A (IgA), yang membantu melapisi usus bayi yang masih rentan dan mencegah kuman memasuki bayi. IgA ini juga mencegah alergi makanan . Dalam dua minggu pertama setelah melahirkan, kolostrum pelan pelan hilang dan tergantikan oleh ASI sebenarnya.

    Laktogeneses III

    Sistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI selama kehamilan dan beberapa hari pertama setelah melahirkan. Ketika produksi ASI mulai stabil, sistem kontrol autokrin dimulai. Fase ini dinamakan Laktogenesis III.
    Pada tahap ini, apabila ASI banyak dikeluarkan, payudara akan memproduksi ASI dengan banyak pula. Penelitian berkesimpulan bahwa apabila payudara dikosongkan secara menyeluruh juga akan meningkatkan taraf produksi ASI. Dengan demikian, produksi ASI sangat dipengaruhi seberapa sering dan seberapa baik bayi menghisap, dan juga seberapa sering payudara dikosongkan.

    Produksi ASI yang rendah adalah akibat dari:

    Kurang sering menyusui atau memerah payudara
    Apabila bayi tidak bisa menghisap ASI secara efektif, antara lain akibat:
    Struktur mulut dan rahang yang kurang baik
    Teknik perlekatan yang salah
    Kelainan endokrin ibu (jarang terjadi)
    Jaringan payudara hipoplastik
    Kelainan metabolisme atau pencernaan bayi, sehingga tidak dapat mencerna ASI
    Kurangnya gizi ibu
    Menyusui setiap dua-tiga jam akan menjaga produksi ASI tetap tinggi. Untuk wanita pada umumnya, menyusui atau memerah ASI delapan kali dalam 24 jam akan menjaga produksi ASI tetap tinggi pada masa-masa awal menyusui, khususnya empat bulan pertama. Bukanlah hal yang aneh apabila bayi yang baru lahir menyusui lebih sering dari itu, karena rata-ratanya adalah 10-12 kali menyusui tiap 24 jam, atau bahkan 18 kali. Menyusui on-demand adalah menyusui kapanpun bayi meminta (artinya akan lebih banyak dari rata-rata) adalah cara terbaik untuk menjaga produksi ASI tetap tinggi dan bayi tetap kenyang . Tetapi perlu diingat, bahwa sebaiknya menyusui dengan durasi yang cukup lama setiap kalinya dan tidak terlalu sebentar, sehingga bayi menerima asupan foremilk dan hindmilk secara seimbang .
    Refleks turunnya susu
    Keluarnya hormon oksitosin menstimulasi turunnya susu (milk ejection / let-down reflex). Oksitosin menstimulasi otot di sekitar payudara untuk memeras ASI keluar. Para ibu mendeskripsikan sensasi turunnya susu dengan berbeda-beda, beberapa merasakan geli di payudara dan ada juga yang merasakan sakit sedikit, tetapi ada juga yang tidak merasakan apa-apa. Refleks turunnya susu tidak selalu konsisten khususnya pada masa-masa awal. Tetapi refleks ini bisa juga distimulasi dengan hanya memikirkan tentang bayi, atau mendengar suara bayi, sehingga terjadi kebocoran. Sering pula terjadi, payudara yang tidak menyusui bayi mengeluarkan ASI pada saat bayi menghisap payudara yang satunya lagi. Lama kelamaan, biasanya setelah dua minggu, refleks turunnya susu menjadi lebih stabil.
    Refleks turunnya susu ini penting dalam menjaga kestabilan produksi ASI, tetapi dapat terhalangi apabila ibu mengalami stres. Oleh karena itu sebaiknya ibu tidak mengalami stres.
    Refleks turunnya susu yang kurang baik adalah akibat dari puting lecet, terpisah dari bayi, pembedahan payudara sebelum melahirkan, atau kerusakan jaringan payudara. Apabila ibu mengalami kesulitan menyusui akibat kurangnya refleks ini, dapat dibantu dengan pemijatan payudara, penghangatan payudara dengan mandi air hangat, atau menyusui dalam situasi yang tenang.
    II. Pembahasan
    Kelenjar susu sapi betina mulai berkembang pada waktu kehidupan fetal. Puting-puting susunya terlihat pada waktu dilahirkan. Bila hewan betina tumbuh, susunya membesar sebanding dengan besarnya tubuh. Sebelum hewan mencapai dewasa kelamin, maka hanya terjadi sedikit pertumbuhan jaringan kelenjar. Bila sapi betina mencapai dewasa kelamin, maka estrogen (dihasilkan oleh folikel dalam ovarium) merangsang perkembangan sistema duktus yang besar. Pada setiap siklus estrus yang berulang, jaringan kelenjar susu dirangsang untuk berkembang lebih cepat. Setelah sapi dara mengalami beberapa kali siklus estrus, maka duktrusnya memperlihatkan banyak cabang dalam susu. Penelitian terdahulu menganggap bahwa tidak ada pertumbuhan sistema lobul-alveolar sebelum hewan bunting. Akan tetapi penelitian-penelitian terbaru mempelihatkan ada perkembangan sistema lobul-alveolar pada hewan betina yang tidak bunting karena sapi dara dapat dirangsang untuk menghasilkan susu dengan menggunakan estradiol benzoat (0,66 mg per 100 kg berat badan tiap hari selama 14 hari). Bila ovulasi terjadi, maka folikel berkembang menjadi korpus luteum dan memproduksi progesteron, yang menyebabkan perkembangan sistema lobul-alveolar.
    Kelenjar pituitaria mengeluarkan hormon gonadotropin yang bekerja terhadap ovarium untuk merangsang siklus estrus. Pertama-tama follicel stimulating hormone (FSH) menyebabkan folikel ovarium berkembang. Pada saat tersebut, estrogen dikeluarkan, hormon ini bekerja terhadap sistem duktus dari kelenjar susu. Sebagai tambahan, telur atau ovum menjadi dewasa. Kemudian luteinizing hormone (LH) dikeluarkan dari pituitaria untuk menimbulkan ovulasi (melepas ovum) dan pembentukan korpus luteum. Bila hewan bunting, maka hormon ketiga, yang disebut luteotropic hormon dikeluarkan oleh pituitaria anterior yang memelihara aktivitas korpus luteum dan sekresi progesteron selama pertengahan pertama kebuntingan. Progesteron mempersiapkan uterus untuk menerima telur yang sudah dibuahi dan memelihara embrio dan fetus yang sedang tumbuh di dalam uterus. Pada beberapa spesies, plasenta mengeluarkan luteotropin selama pertengahan kedua dari kebuntingan. Pada spesies lainnya plasenta mengeluarkan estrogen dan progesteron, karenanya spesies tersebut tidak memerlukan hormon luteotropik selama kebuntingan. Pada sapi yang bunting, hormon estrogen dan progesteron yang dikeluarkan plasenta merangsang pertumbuhan sistem lobul-alveolar kelenjar susu. Susu tanpa keibuan
    Dengan menggunakan hormon estrogen dan progesteron, kelenjar susu hewan betina dara dapat ditumbuhkan dan dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat dibuat berlaktasi. Oleh karena itu dimungkinkan secara buatan, merangsang pertumbuhan kelenjar susu dan menyuruh kelenjar tersebut mengeluarkan susu. Dengan merangsang laktasi pada sapi-sapi dara dan sapi-sapi betina yang mandul, para peternak dapat memperoleh produksi yang tinggi dari hewan-hewan yang tadinya disediakan untuk dipotong.

    Pengaturan hormon laktasi

    Fisiologi kelenjar susu erat hubungannya dengan mekanisme hormonal dan neuro hormonal. Kelenjar susu merupakan sifat kelamin sekunder perkembangannya, permulaannya, dan pemeliharaannya, aktivitasnya, dan akhirnya involusinya, tergantung daripada keseimbangan hormonal. Sejumlah hormon mempengaruhi intensitas laktasi. Hormon merupakan perangsang laktasi satu-satunya. Laju sekresi hormon yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan kelenjar susu dan laktasi adalah lebih tinggi sapi perah daripada sapi daging.
    Mekanisme fisiologi yang mengawasi berbagai kelenjar tersebut belum diketahui secara lengkap, akan tetapi telah diakui bahwa aktivitas ovarium, uterus dan kelenjar sususatu dengan yang lainnya ada hubungannya. Telah diakui bahwa rangsangan esensial bagi pertumbuhan dan berfungsinya kelenjar susu adalah hormonal dan bukan oleh kelenjar urat syaraf dan bukti menunjukkan bahwa sekurang-kurangnya ada tiga hormon yang terlibat di dalamnya. Setiap hormon mempunyai fungsi yang esensial dan ketiga-tiganya bekerja dalam urutan tertentu. Estradiol, suatu hormon dari folikel Graff, mula-mula menyebabkan perkembangan duktus. Kemudian progesteron dari korpus luteum bertanggung jawab atas pertumbuhan alveoli. Akhirnya laktogen (prolaktin) dari kelenjar pituitaria menimbulkan aktivitas sekresi.

    Prolaktin

    Prolaktin adalah proteohormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituitaria anterior. Kelenjar tersebut merangsang permulaan laktasi (laktogenesis) pada kelenjar susu dan proliferasi epitelium yang melapisi kelenjar tembolok pada burung merpati betina dan jantan. Hormon tersebut mempertinggi produksi zat yang menyerupai keju; terdiri dari sel-sel epitel yang telah hancur. Zat tersebut dikenal dengan nama susu tembolok; digunakan untuk menyusui anak-anak merpati. Prolaktin disebut juga laktogen, luteotrpin, galaktin, dan mammotropin. Hormon tersebut menimbulkan sifat mengeram pada induk ayam, merangsang naluri induk pada tikus dara dan esensial dalam pemeliharaan laktasi (galactopoiesis). Di dalam sel-sel epitel terdapat enzim-enzim yang esensial yang menggertak sel-sel dalam mengubah susunan darah menjadi susu. Fungsi prolaktin ialah merangsang aktivitas enzim dan enzim tersebut selanjutnya menggertak sekresi susu. Sel kelenjar susu tidak berdaya menghasilkan susu bila tidak ada prolaktin. Pada masa kebuntingan yang lanjut terjadi kenaikan bertahap dalam sekresi prolaktin yang dirangsang oleh estrogen. Pelepasan eksitosin pada tiap-tiap pemerahan susu diduga merangsang sekresi prolaktin. Prolaktin secepatnya dilepaskan ke dalam darah mengikuti rangsangan pemerahan. Hormon tersebut masuk lewat darah ke dalam kelenjar susu, merangsang sel-sel epitel untuk mengeluarkan susu di antara waktu pemerahan. Lebih banyak prolaktin akan dikeluarkan dan berkumpul dalam pituitaria anterior di antara waktu pemerahan, akan tetapi hormon tersebut tidak akan dilepaskan ke dalam peredaran darah sampai waktu pemerahan berikutnya.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi laktasi :

    Berbagai faktor yang mempengaruhi intensitas laktasi. Beberapa di antaranya :
    1. Kebakaan

    Kesanggupan untuk menghasilkan susu tergantung dari kondisi genetik hewan
    .
    2. Jaringan sekresi

    Faktor dasar yang membatasi laktasi adalah jumlah jaringan kelenjar. Kelenjar susu yang kecil tidak menguntungkan dalam laktasi, karena ketidaksanggupannya untuk menghasilkan cukup banyak susu dan maupun menyimpannya.

    3. Keadaan dan Persistensi laktasi

    Beberapa sapi sangat persisten dan laju penurunan sekresi susunya lambat ( 2 sampai 4 persen dari produksi bulanan sebelumnya). Produksi sapi lain turun cepat sekali (6 sampai 8 persen dari produksi bulanan sebelumnya). Sehingga sapi-sapi tersebut memperlihatkan persistensi yang tidak baik. Penurunan persentase rata-rata produksi susu setiap bulannya digunakan untuk menyatakan persistensa laktasi. Sapi dengan persistensi tinggi menghasilkan lebih banyak susu daripada sapi yang persistensinya rendah, bila produksi maksimum susunya sama. Sapi-sapi yang diperah cepat, biasanya lebih persisten.

    4. Penyakit

    Merupakan salah satu dari berbagai macam penyakit dalam mengurangi jumlah susu yang diproduksi. Penyakit dapat mempengaruhi denyut jantung dan dengan demikian mempengaruhi peredaran darah melalui kelenjar susu.

    5. Makanan

    Laju sintesis dan difusi berbagai komposisi susu tergantung pada konsentrasi precursor susu dalam darah. Penyediaan zat makanan yang tidak cukup akan membatasi sekresi susu pada sapi perah.

    6. Faktor-faktor lain

    Seperti frekuensi memerah, kebuntingan, umur, besar tubuh, estrus, masa kering, kondisi tubuh pada waktu hewan beranak, stess, dan suhu sekeliling, semuanya mempunyai pengaruh terhadap intensitas laktasi.
    Komposisi kimiawi susu dari berbagai jenis spesies dipaparkan dalam tabel. Perlu kiranya ditekankan, bahwa gambaran untuk hewan per individu dapat bervariasi secara luas dan nilai rata-rata tersebut. Hal tersebut dapat dilihat pada sapi dari berbagai bangsa dan bagi individu di dalam bangsa itu sendiri. Susu babi dan susu domba mengandung lebih banyak bahan kering dari pada susu spesies hewan ternak lainnya. Dan bahwa hal tersebut terlihat dalam nilai energi dan kadar abu yang tinggi. Suatu hal yang menarik ialah bahwa perbedaan komposisi untuk semua spesies terdapat pada kadar laktosanya.

    Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi susu

    Variasi dalam komposisi susu dapat berasal dari berbagai sebab. Bangsa. Seperti terlihat dalam tabel, komposisi susu bervariasi di antara bangsa hewan, variasi di dalam bangsa dalam komposisi susu sebanding dengan persen komposisi susu tertentu dari suatu bangsa tertentu. Oleh karena itu, sapi Jersey, karena kadar lemaknya yang tinggi, mempunyai variasi yang besar dalam persen lemak daripada sapi Holstein.

    1. Faktor-faktor kebakaan

    Susu dari beberapa famili sapi mengandung jumlah komposisi susu tertentu yang lebih besar daripada yang lainnya. Karena komposisi protein, lemak, dan solid not fat (SNF) sangat mengikuti kebakaan (kurang dari 0,50), maka diharapkan adanya kemajuan genetik yang cepat dalam perkawinan selektif untuk komposisi susu tersebut. Suatu korelasi genetik negatif diberikan untuk pon protein, lemak, dan SNF yang berarti bahwa bila jumlah pon susu naik per laktasi, maka persentasenya dalam susu turun, akan tetapi jumlah pon komponen susu tersebut naik. Korelasi genetik yang tinggi biasanya terdapat antara jumlah produksi susu dan jumlah setiap komponen tertentu. Jadi jelas bahwa komposisi susu dapat diubah dengan cara seleksi.

    2. Keadaan laktasi

    Susu kolostrum terutama tinggi SNFnya karena kadar proteinnya tinggi. Setelah produksi susu mencapai puncaknya, maka kadar protein dan SNF-nya relatif tetap stabil. Pada laktasi yang lebih lanjut terjadilah kenaikan kadar SNF dan protein. Hal ini ada hubungannya dengan kebuntingan karena sapi yang tidak bunting tidak memperlihatkan komponen susu tersebut pada keadaan laktasi lanjut. Kebuntingan tidak mempunyai pengaruh yang jelas terhadap lemak susu.

    3. Makanan
    Sampai saat ini belum ada makanan , pelengkap makanan, atau cara memberi makanan yang dapat mengubah komposisi susu. Perubahan yang sering terdapat dalam komposisi susu tersebut yang berasal dari makanan bersifat sementara dan terbatas sifatnya. Minyak nabati diketahui dapat menyebabkan kenaikan lemak susu secara sementara. Sebaliknya minyak ikan akan menekan kadar lemak dari 0,5 menjadi 1,0 persen selama sapi-sapi tersebut diberi makan. Pemberian makanan yang tidak cukup dan sedikit menurut kadar protein dan SNF, tetapi terutama menurunkan produksi susu. Pemberian protein yang banyak dapat menaikkan kadar protein. Pemberian butir-butiran yang tinggi bila dibarengi dengan pemberian hijauan kering dalam jumlah rendah, sering kali menghasilkan susu yang berkurang kadar lemaknya pada sebagian besar sapi. Hal ini disebabkan karena ransum tersebut menyebabkan produksi asetat dalam rumen sapi berkurang. Ransum yang berbentuk pellet atau hijauan gilingan kering, akan mengurangi pula kadar lemak susu. SNF dan protein tidak dipengaruhi secara nyata.
    Salah satu keistimewaan sapi adalah bahwa susunya hampir sama saja dari hari ke hari walaupun makanan yang diterimanya baik atau buruk. Dalam hal ini yang berubah adalah kuantitas susunya, bukan kualitasnya.

    4. Faktor lain

    Faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi komposisi susu, di antaranya adalah umur sapi, penyakit, kebuntingan, suhu sekeliling, dan obat-obatan
    Kolostrum
    Hasil permulaan dari kelenjar susu setelah hewan beranak adalah kolostrum. Kolostrum tersebut mempunyai kadar protein, abu dan total solids yang lebih tinggi daripada susu dan mempunyai kadar laktosa yang lebih rendah. Per unit total solids, kolostrum kurang lebih mempunyai protein dua kali lipat lebih banyak, jumlah lemak da abu yang sama, tetapi hanya sepertiga dari jumlah laktosa. Protein yang merupakan lebih kurang 15 persen dari produksi terdiri terutama dari globulin dan albimin. Pada susu normal kadar tersebut sangat rendah. Laktoglobulin tersebut memberikan zat-zat kekebalan yang diperoleh dari darah yang kemudian ditelan oleh anak yang baru lahir. Jadi zat tersebut memainkan peranan penting terhadap pertahanan terhadap penyakit bagi kehidupan si anak. Hal ini terutama penting bagi hewan ruminansia karena hewan tersebut tidak terjadi perpindahan zat-zat anti secara plasenta. Jalanya pemindahan zat-zat tersebut bervariasi di antara spesies.
    Anak sapi atau anak domba yang baru lahir harus mendapat zat-zat anti lewat kolostrum untuk memperoleh ketahanan terhadap penyakit. Bila si induk mati pada saat melahirkan maka anak sapi perlu mendapat kolostrum yang telah dibekukan untuk keperluan tersebut. Karena anak sapi dapat menyerap zat-zat anti yang disediakan oleh hewan lainnya, seperti domba dan kuda, maka kolostrum yang berasal dari sumber-sumber tersebut dapat pula diberikan. Akan tetapi beberapa penyakit bersifat spesies specific, sehingga kolostrum dari spesies lainnya kemungkinan tak dapat memberikan perlindungan yang diharapkan.
    Hasil penelitian terakhir memungkinkan sapi untuk dapat disuntik secara intramuskular atau diinfus secara intramamar dengan suatu antigen untuk memperoleh zat anti tertentu. Susu atau darah dari sapi tersebut dapat diberikan pada hewan-hewan percobaan untuk memperoleh perlindungan terhadap penyakit yang zat antinya telah disiapkan.
    Kolostrum mempunyai nilai gizi yang sangat penting bagi anak yang baru dilahirkan karena kolostrum kaya akan zat-zat vitamin dan zat besi dibandingkan susu biasa.
    Setelah sapi dikeringkan untuk persiapan kelahiran berikutnya maka kelenjar susunya tetap mengeluarkan cairan yang sama seperti kolostrum dan terutama yang kaya akan globulin. Selama dua Minggu terakhir terdapat kenaikan yang hebat dalam globulin-globulin tersebut. Secara imunologi globulin tersebut sama dengan globulin yang berasal dari darah yang diduga bahwa zat tersebut berasal langsung dari darah daripada berasal darihasil sintesis kelenjar susu Pigmen.

    Susu mengandung pigmen yang larut dalam lemak dan pigmen yang larut dalam air. Dari pigmen yang larut dalam lemak, maka karotenlah merupakan pigmen utama dalam susu sapi. Sedangkan klorofil mengalami kehancuran dalam tractus digestivus dan hal tersebut berlaku pula untuk xantofil sehingga hanya sedikit saja yang sampai dalam susu. Terdapatnya karoten dalam susu terbatas terutama pada spesies sapi. Susu domba, kambing, babi dan unta hanya sedikit sekali mengandung karoten atau sama sekali tidak ada, sedangkan susu manusia hampir tidak berwarna. Penyebab perbedaan pada bangsa dan spesies tersebut tidaklah diketahui akan tetapi bila dalam plasma darah tidak ada pigmen, maka susunya juga bebas pigmen. Pigmen utama yang larut dalam air adalah riboflavin.

    Peranan zat-zat vitamin dalam laktasi

    Zat-zat vitamin penting dalam laktasi. Zat-zat tersebut merupakan zat makanan esensial untuk proses-proses faali dan merupakan komponen dari sekresi itu sendiri.

    1. Nilai vitamin dari susu

    Sapi memperoleh vitamin A dalam ransumnya dalam bentuk karoten. Sebagian dari karoten Yang ditelan dikeluarkan dalam susu sebagai karoten dan sebagian lagi diubah menjadi vitamin A. Semakin kuning arna susu dan mentega maka semakin tinggi jumlah karoten yang terdapat di dalamnya. Akan tetapi hal tersebut bukanlah merupakan ukuran yang teat bagi nilai vitamin karena hal tersebut tidak memberikan keterangan mengenai jumlah vitamin A yang terdapat di dalamnya. Susu sapi Jersey dan Guernsey lebih berwarna daripada susu sapi Holstein karena sapi Jersey dan Guernsey mengubah sebagian kecil karoten yang dimakannya menjadi vitamin A. Perbedaan dalam derajat konversi karoten terpantul pula dalam jumlah pigmen yang lebih besar dalam jaringan lemak dan sekresi kulit. Luasnya konversi bervariasi di antara individu maupun di antara bangsa. Spesies yang menghasilkan susu tidak berwarna melaksanakan konversi yang sempurna, jadi nilai vitamin dari lemaknya dapat sangat tinggi meskipun tidak terdapat warna.

    2. Kebutuhan Vitamin A

    Hewan yang sedang menyusui anaknya perlu mendapat cukup vitamin A dalam ransumnya. Pada babi, yang ana-anaknya membutuhkan susu induk dalam waktu yang lebih lama, maka pemberian ransum yang sempurna kepada induk babi merupakan suatu hal yang penting.
    Pada umumnya bila sapi dilepas pada padang rumput yang baik, susu memounyai nilai vitamin A yang maksimum. Selama sapi ada di dalam kandang, nilai vitamin A susu berkurang, akan tetapi hal tersebut dapat dipertinggi bila si sapi diberikan jerami dan rumput kering yang baik.

    3. Vitamin D

    Susu sapi yang diberi ransum sempurna mengandung cukup vitamin D. Kadar vitamin D dalam susu normal berkisar antara 3 sampai 56 International units per liter. Susu skim dan hasil ikutan lainnya yang hanya sedikit mengandung lemak dan mempunyai kadar vitamin D sedikit sekali.
    Kadar vitamin D lemak mentega dalam susu dari berbagai bangsa sapi tidak banyak berbeda. Karena susu sapi Guernsey dan Jersey kaya akan lemak maka susunya mempunyai kadar vitamin D sedikit lebih banyak dari pada susu dengan kadar lemak rendah. Apabila sapi diberi ransum yang kadar vitamin D nya rendah dan sapi ersebut tidak menda[at sinar matahari, maka susunya akan mengandung kadar vitamin D yang lebih rendah daripada normal.
    Cara mempertinggi kadar vitamin D dalam susu adalah dengan menambah konsentrat vitamin D. Cara lain ialah dengan memberi sinar ultraviolet pada susu atau dengan memberikan ragi yang telah disinari pada sapinya. Vitamin D susu dapat pula diperoleh dengan penambahan konsentrat minyak hati ikan, ergosterol yang dibuat aktif atau 7-dehidrokolesterol dalam ransumnya.

    4. Vitamin E

    Susu sapi biasanya mengandung 20 sampai 35 mg vitamin E per gram lemak. Kadar tersebut dapat dipertinggi dengan memberikan tokoferol ke dalam ransumnya.
    Vitamin E tersebar luas dalam bahan pakan ternak. Banyak terdapat pada hijau-hijauan dan rumput kering yang baik.

    5. Vitamin B
    Kadar vitamin B dalam susu sedikit dipengaruhi oleh makanan, akan tetapi sebagian tergantung pula pada bangsa, keadaan laktasi dan musim.
    Kadar vitamin B kompleks dalam susu hewan non ruminansia secara nyata dipengaruhi oleh jumlah vitamin tersebut dalam ransumnya. Vitamin B kompleks disintesisi pada fermentasi bakteri dalam rumen hewan ruminansia. Oleh karena itu hewan ruminansia tidak membutuhkan vitamin tersebut dalam ransumnya dan kadarnya dalam susu terutama tidak tergantung pada jumlah vitamin dalam ransum
    Hijau-hijauan merupakan sumber vitamin B kompleks yang baik, kecuali B12.

    6. Asam askorbat

    Pada hewan yang membutuhkan vitamin C di dalam ransum, maka kadar vitamin C dalam susunya tergantung pada persediaan vitamin C yang terdapat di dalam ransumnya. Kadar vitamin C dalam susu sapi dipengaruhi oleh misim dan bangsa sapi dan tidak dipengaruhi oleh ransum. Susu yang baru diperah mengandung 2,0 sampai 2,5 mg per 100 ml, sedangkan susu yang dipasarkan mengandung 0,58 mg per 100ml. Jadi lebih kurang tiga perempatnya hilang dalam pasteurisasi dan proses-proses pemanasan lainnya. Asam askorbat dibandingkan dengan riboflavin lebih mudah rusak oleh cahaya.
    Kebutuhan zat-zat mineral
    Zat-zat mineral, kecuali garam dapur, yang perlu mendapat perhatian dalam ransum 3. untuk mempertinggi sekresi susu adalah kasium dan fosfor. Zat mineral lainnya yang terdapat dalam susu pada umumnya cukup tersedia dalam bahan makanan.

    III. Kesimpulan

    1. Laktasi adalah Proses produksi, sekresi, dan pengeluaran ASI dinamakan laktasi.
    2. Faktor-faktor yang mempengaruhi laktasi adalah :
    a. Kebakaan
    b. Jaringan sekresi
    c. Keadaan dan Persistensi laktasi
    d. Penyakit
    e. Makanan
    f. Faktor-faktor lain
    3. Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi susu
    a. Faktor-faktor kebakaan
    b. Makanan
    c. Keadaan laktasi
    d. Faktor-faktor lain

    Daftar Pustaka

    Anggorodi, Prof. Dr.R.1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Jakarta. PT Gramedia
    Pustaka Utama

    http:\\id.wikipedia.org\wiki\menyusui.htm download16 Mei 2008 11.15

    http:\\perempuan .com\asi-eksklusif-bgi-ibu-pekerja download 16 Mei 2008 11.10

    http:\\www.idai.or.id download 16 Mei 2008 11.14